Jenisjenis maksiat anggota tubuh. Ketahuilah, bahwa agama Islam terdiri atas dua ba­gian: meninggalkan apa yang dilarang dan melakukan amal ketaatan. Meninggalkan apa yang dilarang jauh lebih sulit karena melakukan amal ketaatan dapat di­lakukan setiap orang, sedangkan meninggalkan syahwat hanya bisa diwujudkan oleh mereka yang tergolong

ALKISAH, ada seorang lelaki dari kaum Bani Israil yang dijuluki Khali’, orang yang gemar berbuat maksiat ketika ia bertemu dengan seorang abid dari kaum Bani Israil, orang yang ahli berbuat ketaatan dan di atas kepalanya terdapat payung Khali’ bergumam, “Aku adalah pendosa yang gemar berbuat maksiat, sedangkan dia adalah abid-nya kaum Bani Israil, lebih baik aku bersanding duduk dengan ny, semoga Allah memberi rahmat kepadaku.”Lalu si Khali’ tadi duduk di dekat si si abid pun bergumam, “aku adalah seorang abid yang alim, sedangkan dia adalah khali’ yang gemar bermaksiat, layakkah aku duduk berdampingan dengannya?”Tiba-tiba saja si abid menghujat dan menendang si Khali’ hingga terjatuh dari tempat Allah memberikan wahyu kepada Nabi Bani Israil dengan firmannya, “Perintahkan dua orang ini yakni abid dan khali’ untuk sama-sama memperbanyak amal, Aku benar-benar telah mengampuni dosa-dosa khali’, dan menghapus semua amal ibadah abid.”Maka, berpindahlah payung mika yang dikenakan abid tersebut kepada khali’. []SUMBER KABARMEKKAH

Adaulamak mengatakan pelayan-pelayan itu adalah anak-anak orang musyrikin yang dimasukkan ke dalam syurga. Diriwayatkan oleh umirul mukminin Aisyah RA bahawa nabi SAW bersabda: “Sekurang-kurang ahli syurga yang paling rendah murtabatnya ialah seorang yang memanggil khadamnya untuk berkhidmat lalu dijawab oleh seribu khadam. Semuanya Bagaimana bisa seorang ahli ibadah lebih buruk dari pada mereka yang ahli zina, ahli judi, ahli mabuk-mabukan, dan ahli maksiat lainnya? Seperti yang dikisahkan, seseorang yang dijuluki Khali’ yaitu seorang pemuda yang suka berbuat kemaksiatan besar. Pada suatu waktu ia bertemu dengan seorang abid, yakni seorang yang taat beribadah dari kaum Bani Israil. Lalu si khali’ berkata, “Aku adalah seorang pendosa yang suka berbuat kemaksiatan, sementara orang itu adalah seorang abid, sebaiknya aku duduk disebelahnya, dan Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepadaku dan memaafkan dosaku.” Kemudian si khali’ duduk disebelah si abid. “Aku adalah seorang yang taat beribadah, sementara pria ini adalah seorang yang amat suka berbuat kemaksiatan, pantaskah aku duduk bersebelahan dengannya?” gumam si abid. Dan tiba-tiba si abid memaki serta menendang si khali’ hingga jatuh tersungkur. Lalu Allah SWT menurunkan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW mengenai peristiwa ini. “Perintahkanlah kepada kedua orang ini yaitu abid dan khali’ untuk memperbanyak amal mereka. Sesungguhnya Aku benar-benar telah mengampuni dosa-dosa khali’ dan menghapus semua amal ibadah abid.” Dengan demikian semua dosa-dosa yang pernah diperbuat oleh si ahli maksiat menjadi terhapuskan karena ia merasa takut kepada Allah SWT atas semua dosa yang telah dilakukannya, sementara Allah SWT menghapuskan semua amal ibadah yang telah dikerjakan oleh si ahli ibadah karena sifatnya yang sombong dan merasa dirinya lebih mulia dibandingkan si ahli maksiat. Apa yang sebenarnya membuat kedudukan si alim lebih rendah daripada si maksiat adalah sikapnya yang begitu menyombongkan diri dan menganggap mulia dirinya. Sedangkan seseorang yang suka bermaksiat itu menyadari dan menimbulkan rasa hina pada dirinya sendiri. Apalagi ahli ibadah juga menghakimi dan menghujat bahwa orang yang bermaksiat itu tidak pantas duduk bersandingan dengannya. Padahal hanya Allahlah yang pantas untuk memberi penghakiman terhadap orang lain. Hal ini tentunya dapat menjadi pembelajaran bagi kita semua, Sedikit amal bisa membuat kita memandang rendah orang lain. Sedikit amal membuat kita menjadi hakim atas tindakan benar-salahnya orang lain. Sebuah kisah yang hampir sama juga diceritakan di dalam kitab Sittuna Qishshah yaitu “kisah ahli ibadah yang masuk neraka dan ahli maksiat yang masuk surga”. Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda, “Pada zaman Bani Israil dahulu, hidup dua orang laki-laki yang berbeda karakternya. Yang satu suka berbuat dosa dan yang lainnya rajin beribadah. Setiap kali orang yang ahli ibadah ini melihat temannya berbuat dosa, ia menyarankan untuk berhenti dari perbuatan dosanya. Suatu kali orang yang ahli ibadah berkata lagi, Berhentilah dari berbuat dosa.’ Dia menjawab, Jangan pedulikan aku, terserah Allah akan memperlakukan aku bagaimana. Memangnya engkau diutus Allah untuk mengawasi apa yang aku lakukan.’ Laki-laki ahli ibadah itu menimpali, Demi Allah, dosamu tidak akan diampuni oleh-Nya atau kamu tidak mungkin dimasukkan ke dalam surga Allah.’ Kemudian Allah mencabut nyawa kedua orang itu dan mengumpulkan keduanya di hadapan Allah Rabbul’Alamin. Allah ta’ala berfirman kepada lelaki ahli ibadah, Apakah kamu lebih mengetahui daripada Aku? Ataukah kamu dapat merubah apa yang telah berada dalam kekuasaan tanganKu.’ Kemudian kepada ahli maksiat Allah berfirman, Masuklah kamu ke dalam surga berkat rahmat-Ku.’ Sementara kepada ahli ibadah dikatakan, Masukkan orang ini ke neraka’.” HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Mubarak dalam Az-Zuhd, dan Ibnu Abi Dunya dalam Husn Az-Zhan, dan Al-Baghawi Syrah As-Sunnah Kedua cerita di atas sama- sama mengajarkan bahwa seseorang yang mulia dan lebih tinggi derajatnya tidak hanya dilihat dari banyak atau sedikitnya dosa, tapi juga dilihat implikasi atau dampak dari amal itu. Jika dia yang banyak amal baiknya menjadi takabur dan sombong tentunya semua amal itu akan lenyap. Sedangkan jika si pendosa merasa bersalah dan berusaha untuk bertobat maka akan musnahlah seluruh dosanya. Rasulullah SAW bersabda “Jika kalian tidak pernah melakukan dosa, niscaya sesungguhnya yang paling ditakutkan pada kalian adalah yang jauh lebih dahsyat yaitu ujub merasa kagum pada diri sendiri.” HR. Imam Ahmad Seperti yang sudah banyak diceritakan, kesombongan selalu membawa bahaya dan menghilangkan segala kemuliaan. Bahkan seorang yang maksiat saja bisa lebih baik dari ahli ibadah apabila sang ahli ibadah dibutakan dengan kesombongannya. Sedangkan seorang yang maksiat menyadari begitu rendahnya dia dan mengakui dosanya. Wallahu a’lam. Ternyatalebih jahiliyah daripada zaman Jahiliyah. Dimana-mana terdapat kemungkaran, kekejian dan perbuatan amoral. Maka persahabatan dengan ahli maksiat yang suka melanggar Allah dan Rasulullah SAW sangat dicela dan dikutuk. (tidak bisa baca tulis) hanya bisa bersemangat beribadah namun dengan apa yang ia anggap baik dan disangka Bagaimana bisa seorang ahli ibadah lebih buruk dari pada mereka yang ahli zina, ahli judi, ahli mabuk-mabukan, dan ahli maksiat lainnya?Seperti yang dikisahkan, seseorang yang dijuluki Khali’ yaitu seorang pemuda yang suka berbuat kemaksiatan besar. Pada suatu waktu ia bertemu dengan seorang abid, yakni seorang yang taat beribadah dari kaum Bani Israil. Lalu si khali’ berkata, “Aku adalah seorang pendosa yang suka berbuat kemaksiatan, sementara orang itu adalah seorang abid, sebaiknya aku duduk disebelahnya, dan Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepadaku dan memaafkan dosaku.”Kemudian si khali’ duduk disebelah si abid. “Aku adalah seorang yang taat beribadah, sementara pria ini adalah seorang yang amat suka berbuat kemaksiatan, pantaskah aku duduk bersebelahan dengannya?” gumam si abid. Dan tiba-tiba si abid memaki serta menendang si khali’ hingga jatuh Allah SWT menurunkan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW mengenai peristiwa ini. “Perintahkanlah kepada kedua orang ini yaitu abid dan khali’ untuk memperbanyak amal mereka. Sesungguhnya Aku benar-benar telah mengampuni dosa-dosa khali’ dan menghapus semua amal ibadah abid.”Dengan demikian semua dosa-dosa yang pernah diperbuat oleh si ahli maksiat menjadi terhapuskan karena ia merasa takut kepada Allah SWT atas semua dosa yang telah dilakukannya, sementara Allah SWT menghapuskan semua amal ibadah yang telah dikerjakan oleh si ahli ibadah karena sifatnya yang sombong dan merasa dirinya lebih mulia dibandingkan si ahli yang sebenarnya membuat kedudukan si alim lebih rendah daripada si maksiat adalah sikapnya yang begitu menyombongkan diri dan menganggap mulia seseorang yang suka bermaksiat itu menyadari dan menimbulkan rasa hina pada dirinya sendiri. Apalagi ahli ibadah juga menghakimi dan menghujat bahwa orang yang bermaksiat itu tidak pantas duduk bersandingan hanya Allahlah yang pantas untuk memberi penghakiman terhadap orang lain. Hal ini tentunya dapat menjadi pembelajaran bagi kita semua, Sedikit amal bisa membuat kita memandang rendah orang lain. Sedikit amal membuat kita menjadi hakim atas tindakan benar-salahnya orang Juga Sultan Ternate Marah Besar dengan Aksi Duo Serigala, Ini Siksaan Bila Melihat Dangdut VulgarSebuah kisah yang hampir sama juga diceritakan di dalam kitab Sittuna Qishshah yaitu “kisah ahli ibadah yang masuk neraka dan ahli maksiat yang masuk surga”.Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda, “Pada zaman Bani Israil dahulu, hidup dua orang laki-laki yang berbeda karakternya. Yang satu suka berbuat dosa dan yang lainnya rajin beribadah. Setiap kali orang yang ahli ibadah ini melihat temannya berbuat dosa, ia menyarankan untuk berhenti dari perbuatan kali orang yang ahli ibadah berkata lagi, Berhentilah dari berbuat dosa.’ Dia menjawab, Jangan pedulikan aku, terserah Allah akan memperlakukan aku bagaimana. Memangnya engkau diutus Allah untuk mengawasi apa yang aku lakukan.’Laki-laki ahli ibadah itu menimpali, Demi Allah, dosamu tidak akan diampuni oleh-Nya atau kamu tidak mungkin dimasukkan ke dalam surga Allah.’Kemudian Allah mencabut nyawa kedua orang itu dan mengumpulkan keduanya di hadapan Allah Rabbul’Alamin. Allah ta’ala berfirman kepada lelaki ahli ibadah, Apakah kamu lebih mengetahui daripada Aku? Ataukah kamu dapat merubah apa yang telah berada dalam kekuasaan tanganKu.’Kemudian kepada ahli maksiat Allah berfirman, Masuklah kamu ke dalam surga berkat rahmat-Ku.’ Sementara kepada ahli ibadah dikatakan, Masukkan orang ini ke neraka’.”HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Mubarak dalam Az-Zuhd, dan Ibnu Abi Dunya dalam Husn Az-Zhan, dan Al-Baghawi Syrah As-SunnahKedua cerita di atas sama- sama mengajarkan bahwa seseorang yang mulia dan lebih tinggi derajatnya tidak hanya dilihat dari banyak atau sedikitnya dosa, tapi juga dilihat implikasi atau dampak dari amal itu. Jika dia yang banyak amal baiknya menjadi takabur dan sombong tentunya semua amal itu akan lenyap. Sedangkan jika si pendosa merasa bersalah dan berusaha untuk bertobat maka akan musnahlah seluruh SAW bersabda“Jika kalian tidak pernah melakukan dosa, niscaya sesungguhnya yang paling ditakutkan pada kalian adalah yang jauh lebih dahsyat yaitu ujub merasa kagum pada diri sendiri.” HR. Imam AhmadSeperti yang sudah banyak diceritakan, kesombongan selalu membawa bahaya dan menghilangkan segala kemuliaan. Bahkan seorang yang maksiat saja bisa lebih baik dari ahli ibadah apabila sang ahli ibadah dibutakan dengan kesombongannya. Sedangkan seorang yang maksiat menyadari begitu rendahnya dia dan mengakui a’lam. featured islam

Maksiat yang melahirkan sikap hina dina di hadapan Allah itu lebih baik ketimbang ketaatan keapada Allah yang melahirkan sikap merasa mulia dan sombong.” Sebesar apa pun kemaksiatan dan dosa seseorang, jika memasuki pintu taubat, Allah tetap menyambutnya dengan Pintu Ampunan yang agung, bahkan dengan kegembiraanNya yang Maha dahsyat kepadamu.

JURNAL SOREANG – Ternyata tidak semua orang bisa merasakan nikmatnya beribadah. Ada yang merasakan nikmat beribadah dan ada yang tidak. Berikut beberapa ungkapan mutiara hikmah tentang kenikmatan yang dirasakan oleh ahli ibadah. Said bin Jubair berkata bahwa Masruq pernah menemuinya dan berkata, “Hai Sa’id, tidak ada lagi yang pantas diinginkan selain menempelkan wajah ke tanah bersujud.” Baca Juga Hikmah Puasa Ramadhan Adalah Bentuk Kasih Sayang Allah Bersama Ustadz Zaidul Akbar Ibrahim bin Adham berkata, “Andaikan para raja dan para pangeran mengetahui kegembiraan dan kenikmatan yang kita rasakan, niscaya mereka akan merampas apa yang kita rasakan dengan tebasan pedang.” Abu Sulaiman Ad-Darani berkata, “Kenikmatan yang dirasakan oleh ahli ibadah dengan ibadahnya lebih besar daripada kenikmatan yang dirasakan oleh ahli maksiat dengan kemaksiatannya. Dan andaikata tidak ada malam, niscaya aku tidak ingin tinggal di dunia ini.” Wuhaib bin Ward berkata bahwa ada sebuah ungkapan yang menyatakan, “Para ahli ibadah itu berlumuran dengan nikmatnya ibadah.” Baca Juga Hikmah Ramadhan Meneladani Hindun Binti Utbah, Menghalau Abu Sufyan Untuk Mundur di Medan Perang Karen itu kuatkanlah dirimu untuk mengarungi lautan dan melakukan perjalanan di padang pasir.” Editor Sarnapi Sumber Berbagai sumber Tags Terkini
Tindakanmelampaui batas yang dilakukan oleh sebagian orang terhadap tempat-tempat maksiat, (yakni) dengan menghancurkan dan membakarnya, atau juga tindakan melampaui batas seseorang dengan melakukan pemukulan, maka ini merupakan kemungkaran tersendiri, dan tidak boleh dilakukan. Para ulama telah menyebutkan masalah mengingkari JAKARTA – Menuntut ilmu dan menunaikan ibadah merupakan hal yang sama-sama dianjurkan dalam Islam. Meski demikian, keduanya memiliki kedudukan yang berbeda meski sama-sama baik jika ditunaikan. Dalam kitab Muhammad Sang Teladan karya Abdurrohman As-Syarqawi disebutkan bahwa Rasulullah SAW dalam hadis riwayat At-Thabrani pernah berkata فضل العلم خير من العبادة “Fadhlul ilmi khairun min fadhlil ibadati.” Yang artinya “Keutamaan ilmu jauh lebih baik daripada keutamaan ibadah,”. Hadits ini dikatakan Rasulullah SAW tak lepas dari konteks yang terjadi di masa tersebut. Yakni di saat sahabat-sahabat Nabi banyak yang melaksanakan ibadah dengan cara berlebih-lebihan seperti sholat di malam hari dan berpuasa di siang hari terus-menerus. Bahkan di antara mereka ada yang tidak menggauli istri-istrinya lagi. Sehingga Rasulullah SAW pun mengatakan kepada mereka bahwa sebagai seorang Nabi, dirinya masih melakukan makan, minum, menjalani kehidupan sehari-hari, menggauli istri-istrinya, dan menikmati rezeki yang halal. Agama Islam yang dibawa beliau adalah sebuah sistem yang mengatur jalinan sosial manusia. Bukan hanya sistem yang mengatur relasi antara manusia dengan Allah SWT melalui medium ibadah seperti sholat dan puasa. Namun demikian, keutamaan melakukan ibadah juga disinggung Rasulullah SAW. Dalam kitab Lubbabul Hadits, Imam As-Suyuthi menjelaskan bahwa terdapat keutamaan hadits menunaikan ibadah sholat fardhu. Rasulullah SAW bersabda عَنِ ابْنِ عُمَرَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، وَالحَجِّ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ “Buniyal-Islamu ala khamsin syahadatun an la ilaha illallah wa anna Muhammadan Rasulullah, wa iqami-shalati, wa iyta-i az-zakati, wa hajjul-baiti, wa shaumu Ramadhana.” Yang artinya “Islam dibangun atas lima hal. Antara lain mengucapkan dua kalimat syahadat, mendirikan sholat, menunaikan zakat, berhaji, dan menunaikan puasa Ramadhan,”. Pentingnya menunaikan sholat bagi umat Muslim juga ditegaskan Rasulullah SAW. Hal ini tak kalah pentingnya dari perintah menuntut ilmu. Beliau bersabda مَنْ تَرَكَ الصَّلاةَ مُتَعَمِّدا فَقَدْ كَفَرَ جِهاراً “Man taraka as-sholata muta’ammidan faqad kafara jiharan.” Yang artinya “Barangsiapa yang meninggalkan sholat dengan sengaja, maka ia telah kafir dengan terang-terangan.” Hadits ini kadarnya sahih dan diriwayatkan Imam At-Thabrani. BACA JUGA Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Klik di Sini BulanRamadhan adalah bulan yang mulia. Bulan ini dipilih sebagai bulan untuk berpuasa dan pada bulan ini pula Al-Qur’an diturunkan. Sebagaimana Allah ta’ala berfirman, “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai

BismillahirrahmanirrahimSegala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya serta pengikutnya yang setia dan adalah menolak kebenaran, mengagungkan diri sendiri 'ujub, dan merendahkan yang yang sudah banyak diceritakan, kesombongan selalu membawa bahaya dan menghilangkan segala kemuliaan. Bahkan seorang yang maksiat saja bisa lebih baik dari ahli ibadah apabila sang ahli ibadah dibutakan dengan kesombongannya. Sedangkan seorang yang maksiat menyadari begitu rendahnya dia dan mengakui tokoh sufi dari Mesir, Syeikh Ibnu Atha’illah As-Sakandary mengatakan bahwa“Maksiat yang menciptakan tapi tumbuh sikap hina dina dihadapan Allah Subhanahu Wa Ta'ala itu lebih baik daripada ketaatan kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang menciptakan sikap merasa lebih mulia dan sombong.”Sebesar apapun dosa dan kejahatan yang diperbuat seseorang, jika kemudian dia bertobat maka Allah Subhanahu Wa Ta'ala akan membukakan pintu ampunan dan menyambut dengan kegembiraan yang Maha bin Iyadh menyampaikan nasehat, “Wahai orang yang patut dikasihani, kamu orang jahat, tetapi menganggap dirimu baik. Kamu itu orang jahil tetapi menganggap dirimu berilmu. Kamu bakhil, tetapi menganggap dirimu dermawan. Umurmu pendek, tetapi angan-anganmu panjang.”Seperti yang dikisahkan, seseorang yang dijuluki Khali’ yaitu seorang pemuda yang suka berbuat kemaksiatan suatu waktu ia bertemu dengan seorang abid, yakni seorang yang taat beribadah dari kaum Bani si khali’ berkata, “Aku adalah seorang pendosa yang suka berbuat kemaksiatan, sementara orang itu adalah seorang abid, sebaiknya aku duduk disebelahnya, dan Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepadaku dan memaafkan dosaku.”Kemudian si khali’ duduk disebelah si abid.“Aku adalah seorang yang taat beribadah, sementara pria ini adalah seorang yang amat suka berbuat kemaksiatan, pantaskah aku duduk bersebelahan dengannya ?” gumam si abid. Dan tiba-tiba si abid memaki serta menendang si khali’ hingga jatuh Allah Subhanahu Wa Ta'ala menurunkan wahyu kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wassallam mengenai peristiwa ini.“Perintahkanlah kepada kedua orang ini yaitu abid dan khali’ untuk memperbanyak amal mereka. Sesungguhnya Aku benar-benar telah mengampuni dosa-dosa khali’ dan menghapus semua amal ibadah abid.”Dengan demikian semua dosa-dosa yang pernah diperbuat oleh si ahli maksiat menjadi terhapuskan karena ia merasa takut kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala atas semua dosa yang telah Allah Subhanahu Wa Ta'ala menghapuskan semua amal ibadah yang telah dikerjakan oleh si ahli ibadah karena sifatnya yang sombong dan merasa dirinya lebih mulia dibandingkan si ahli yang sebenarnya membuat kedudukan si alim lebih rendah daripada si maksiat adalah sikapnya yang begitu menyombongkan diri dan menganggap mulia seseorang yang suka bermaksiat itu menyadari dan menimbulkan rasa hina pada dirinya ahli ibadah juga menghakimi dan menghujat bahwa orang yang bermaksiat itu tidak pantas duduk bersandingan hanya Allah lah yang pantas untuk memberi penghakiman terhadap orang ini tentunya dapat menjadi pembelajaran bagi kita semua, Sedikit amal bisa membuat kita memandang rendah orang amal membuat kita menjadi hakim atas tindakan benar-salahnya orang kisah yang hampir sama juga diceritakan di dalam kitab Sittuna Qishshah yaitu “kisah ahli ibadah yang masuk neraka dan ahli maksiat yang masuk surga”.Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda, “Pada zaman Bani Israil dahulu, hidup dua orang laki-laki yang berbeda satu suka berbuat dosa dan yang lainnya rajin kali orang yang ahli ibadah ini melihat temannya berbuat dosa, ia menyarankan untuk berhenti dari perbuatan kali orang yang ahli ibadah berkata lagi, Berhentilah dari berbuat dosa.’Dia menjawab, Jangan pedulikan aku, terserah Allah akan memperlakukan aku bagaimana. Memangnya engkau diutus Allah untuk mengawasi apa yang aku lakukan.’Laki-laki ahli ibadah itu menimpali,Demi Allah, dosamu tidak akan diampuni oleh-Nya atau kamu tidak mungkin dimasukkan ke dalam surga Allah.’Kemudian Allah mencabut nyawa kedua orang itu dan mengumpulkan keduanya di hadapan Allah Robbul’ ta’ala berfirman kepada lelaki ahli ibadah, Apakah kamu lebih mengetahui daripada Aku? Ataukah kamu dapat merubah apa yang telah berada dalam kekuasaan tanganKu.’Kemudian kepada ahli maksiat Allah berfirman, Masuklah kamu ke dalam surga berkat rahmat-Ku.’Sementara kepada ahli ibadah dikatakan, Masukkan orang ini ke neraka’.”HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Mubarak dalam Az-Zuhd, dan Ibnu Abi Dunya dalam Husn Az-Zhan, dan Al-Baghawi Syrah As-SunnahKedua cerita di atas sama- sama mengajarkan bahwa seseorang yang mulia dan lebih tinggi derajatnya tidak hanya dilihat dari banyak atau sedikitnya dosa, tapi juga dilihat implikasi atau dampak dari amal dia yang banyak amal baiknya menjadi takabbur tentunya semua amal itu akan lenyap. Sedangkan jika si pendosa merasa bersalah dan berusaha untuk bertobat maka akan musnahlah seluruh dosanya.“Setiap anak Adam pasti berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang bertaubat istighfar intropeksi diri dan berusaha untuk tidak mengulangi lagi ”. HR Tirmidzi 2499 “Bertaqwalah kepada Allah di mana saja engkau berada dan iringilah sesuatu perbuatan dosa kesalahan dengan kebaikan, pasti akan menghapuskannya. Dan bergaullah sesama manusia dengan akhlaq yang baik” HR. TirmidziAllah Ta’ala berfirman,إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan dosa perbuatan-perbuatan yang buruk” QS. Huud 114Waspadailah bicara hati kita!Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassallam bersabda“Jika kalian tidak pernah melakukan dosa, niscaya sesungguhnya yang paling ditakutkan pada kalian adalah yang jauh lebih dahsyat yaitu ujub merasa kagum pada diri sendiri.”HR. Imam AhmadItulah informasi dari Ahli Ibadah yang Berlaku Sombong Wallahu a’lam. Semoga dapat menambah pengetahuan kita. Terima kasih atas kunjungannya.

EsD3c. 103 451 249 313 479 357 7 283 286

ahli maksiat lebih mulia daripada ahli ibadah