AlurCerpen Badai di Laut Biru memiliki alur campuran. Cerpen tersebut berkembang maju, namun beberapa kali ditampilkan potongan flashback yang menjelaskan latar belakang cerita. Kardi menaikkan peralatan pelayaran keatas perahu yang teretak pantai. Keranjang yang dibawa Kardi terlepas dan hanyut terseret ombak.
Kumpulan puisi yang terdiri atas tiga buku berbeda ini ini, Ballada Arakian, Kota Perbatasan, dan Sang Pencari Lobster, dibuka dengan sebuah sajak yang berbicara tentang tragedi. Sajak berjudul Tak Ada Mimpi di Negeri Ini’ adalah sepotong sajak yang sarat makna ketika ditempatkan sebagai pembuka kumpulan karena sajak ini tidak hanya bertutur tentang Sondang Htagalung, pemuda yang tewas membakar dirinya sebagai pernyataan protesnya di depan istana beberapa tahun lalu, tetapi juga berkisah tentang negeri tempat mimpi sudah tak ada lagi. Namun sepertinya nada yang terkandung di dalam sajak ini tidak sepenuhnya muram sebab, pada beberapa larik terakhirnya, sajak ini juga menyampaikan adanya kekuatan dan keyakinan yang tak mati bersama api yang melalap tubuh sosok muda yang jadi rujukan sajak ini. Maka, ballada dalam kumpulan sajak Yoseph Yapi Taun ini di satu pihak setia pada pakemnya sebagai pemberita tentang hidup matinya orang-orang biasa yang, karena perbuatan mereka, menjadi lebih besar daripada diri mereka sendiri, namun di pihak lain juga memberontak terhadap kemuraman karena sajak ditutup dengan sebuah kemenangan’ walaupun tidak dalam rupa yang lazim. Ballada, di tangan Yoseph, dengan demikian juga menjadi arena untuk membakar harapan agar dapat membubung kembali meski dihadapkan pada kematian. Dengan kerangka inilah keseluruhan sajak dalam kumpulan ini, minimal dalam buku pertamanya, dapat diresapi dan dipahami Dr. Manneke Budiman, Fakultas Sastra Universitas Indonesia, Jakarta Adapunyang menjadi judul makalah kami adalah "sejarah sastra angkatan 80-an" yang didalamnya memuat tentang : Sejarah sastra, latar belakang muculnya, karakteristik, tokoh-tokoh, karya-karya, kualitas sastra angkatan 80-an. Tujuan kami menulis makalah ini yang utama untuk memenuhi tugas dari dosen pembimbing kami "Rachmat Saleh, S.Pd., M Postingan saya kali ini akan membahas mengenai nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam cerpen “BADAI LAUT BIRU” karya Ahmadun Y. Herfanda. Dalam cerpen, nilai-nilai kehidupan ada yang baik dan ada yang buruk. Langsung aja kita bahas mengenai nilai-nilai kehidupan dalam cerpen!!! 1 Nilai Agama – berdo’a dan berpasrah diri setelah berusaha “Kuatkan hatimu, Rukmi. Berdoalah semoga badai segera reda dan pertolongan segera datang.” – bersabar “Itu persoalannya juga seperti yang kita alami. Siapa orangnya yang tidak jengkel kalau sumber pangannya dirampok oleh orang lain? Kalau kita tidak sabar-sabar mungkin sejak dulu-dulu kita sudah bentrok dengan para perampok itu.” – bersyukur “Kardi. Rukmini. Syukurlah kalian masih hidup. 2 Nilai Sosial – tolong-menolong Melihat Kardi kepayahan, lelaki di geladak itu, Salim, dengan tangkas meloncat ke arah Kardi dan mengambil alih keranjang-keranjang yang dibawanya. – gotong-royong menggerakkan perahu Seorang awak perahu memanjat tiang layar, melepaskan tali pengikat. Salim bersama awak perahu lain melepaskan tali layar bagian bawah, Kardi siap dengan merentangkan tali layar membentang ke haluan. Perlahan-lahan layar pun mengembang lalu tertiup angin ke samping kanan. – penindasan “Sampai bosan, Lim. Tapi tak ada hasilnya. Kita bahkan semakin jengkel saja. Teknologi modern kadang-kadang bahkan menjadi penindas rakyat kecil. 3 Nilai Hukum – belum tegaknya hukum dan undang-undang Dan sulitnya kita hidup di negara yang hukum dan undang-undangnya belum menjadi kesadaran yang penuh. 4 Nilai Estetika – keindahan alam dan penggunaan majas Matahari membakar pantai berpasir hitam hingga terasa membara. 5 Nilai Sosial Budaya – penggunaan bahasa daerah {bahasa Jawa} Tir pada irenge, sir pada jalitenge. 6 Nilai Moral – bertanggung jawab “Kalau tadi Pak Ruslan tidak memberikan selembar papankepda kamientah kami sudah jadi apa. Mungkin telah tenggelam berdua dimakan hiu. Dia memang betul-betul seorang kapten yang bertanggung jawab.” – pantang menyerah Pada detik-detik yang menegangkan itu, dengan cepat Kardi menarik tubuh Rukmini untuk meloncat ke laut yang bergelombang keduanya masuk ke air, Rukmini terlepas dari pegangannya dan tenggelam ditelan ombak. Dengan mata dan tangganya dia mencari-carinya.——–Kardi melihat Rukmini muncul dari dalam air dengan gelagapan. Dia cepat-cepat mengejarnya dan dia berhasil meraih Rukmini dengan tangkas kirinya. Lalu berenang dengan susah payah. Rukmini lemas. ——–Tubuh Kardi juga semakin lemas. – merampok “Ya, tapi apa gunanya undang-undang kalau perampok-perampok ikan itu masih dapat dengan bebas dan seenaknya saja beroperasi di daerah kita.” – perkelahian dan pembunuhan “Kau sudah mendengar tentang perkelahian antara nelyakecil melwan nelayan pukat harimau di pantai Jepara yang berakhir dengan tragedi pembunuhan?” Itulah beberapa nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam cerpen “BADAI LAUT BIRU” yang saya tahu. Nilai dalam cerpen yang berkaitan ada yang baik dan ada pula yang buruk. Oleh karena itu, mari ambil nilai-nilai yang baik/benar untuk kehidupan sehari-hari.
BiruLaut adalah seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta. Kegemarannya membaca buku yang telah ditanamkan oleh kedua orang tuanya sejak kecil, membawa Biru Laut bertemu dengan Kasih Kinanti, yang kemudian akrab disapa Kinan. Cerpen: Kupu-Kupu Biru Yuli D A . 81. Menatap Masa Depan Indonesia: Koperasi, Digitalisasi
75% found this document useful 4 votes11K views5 pagesOriginal TitleANALISIS UNSUR INSTRINSIK BADAI LAUT BIRUCopyright© © All Rights ReservedShare this documentDid you find this document useful?75% found this document useful 4 votes11K views5 pagesAnalisis Unsur Instrinsik Badai Laut BiruOriginal TitleANALISIS UNSUR INSTRINSIK BADAI LAUT BIRUJump to Page You are on page 1of 5 You're Reading a Free Preview Page 4 is not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
cerpen badai laut biru

BadaiLaut Biru. 2021-05-31 • edited 2021-09-16. Badai Laut Biru. Read reviews from worlds largest community for readers. Beberapa kali lautan akan tampak berwarna seperti gelap atau coklat susu setelah ada badai. Beberapa kali lautan akan tampak berwarna seperti gelap atau coklat susu setelah ada badai. Nilai dalam cerpen yang berkaitan

Uploaded byYohanes Pamungkas 0% found this document useful 0 votes1K views5 pagesDescriptioncerpenCopyright© Attribution Non-Commercial BY-NCAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?Is this content inappropriate?Report this Document0% found this document useful 0 votes1K views5 pagesBadai Laut BiruUploaded byYohanes Pamungkas DescriptioncerpenFull descriptionJump to Page You are on page 1of 5Search inside document You're Reading a Free Preview Page 4 is not shown in this preview. Buy the Full Version Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
Andaada disini : Beranda / Tag "cerpen badai laut biru brainly" Tag: cerpen badai laut biru brainly. Cerpen. Kesunyian. admin 1 bulan yang lalu. Langkah. Melanjutkan Dakwah Walisongo dengan Cerpen. admin 1 bulan yang lalu. Langkah. Seni Mengarang Cerpen. admin 1 bulan yang lalu. Kritik. Kita Sedang Menulis Cerpen!
› Cerpen›Berlindung di Bawah Payung... Dengan berlindung di bawah payung yang robek oleh sabetan golok, Bu Lurah melangkah kembali ke kantornya, meninggalkan Sekretaris Desa dan Babinsa yang masih asyik menikmati teh hangat. OlehAhmadun Yosi Herfanda 7 menit baca Gerimis menderas. Bu Lurah mengernyitkan dahi di bawah payung yang robek terkena sabetan golok. Di matanya gubuk-gubuk liar yang menjadi ”pasar tiban” itu berderet makin panjang di tepi jalan masuk ke kompleks perumahan dan jalur utama yang membentuk simpang tiga di ujung jalan pula penjual sayur di gubuk-gubuk liar itu yang tidak memakai masker, padahal kelurahannya masih berstatus zona merah. Vaksinasi baru menjangkau 30 persen warga. ”Akar persoalannya ya gubuk-gubuk liar itu. Kalau tak ada gubuk liar, warga pasti lebih gampang ditertibkan,” pikir Bu Lurah. Bu Lurah memijat-mijat kepalanya, makin pusing memikirkan persoalan gubuk-gubuk liar yang tak kunjung selesai. Gara-gara terlalu bersemangat hendak menertibkannya sebuah golok seorang aktivis ormas menghantam payungnya.”Untung tidak mengenai kepala saya,” kata Bu Lurah.”Preman itu memang ngawur. Golok tajam disabetkan ke kepala Bu Lurah,” Sekretaris Desa Babinsa diam terpaku menyimak percakapan itu. Bu Lurah sedikit lega, curhat kejengkelannya ada yang memperhatikan pas pada saat diperlukan. Ia melirik ke atas memeriksa payungnya. Gerimis masuk ke celah robekan payungnya, menimpa rok bawah pakaian dinasnya. Ia menarik rok bawahnya setinggi lutut, dan memutar payungnya sehingga celah robekan itu berada di belakang kepalanya.”Sekarang sementara sudah aman, Bu. Tersangkanya sudah kita tangkap. Aparat juga sudah menyegel kantornya,” tutur Babinsa.”Syukurlah…. Tapi, kita harus tetap waspada,” timpal Bu Lurah.”Tentu saja, Bu. Saya dan aparat keamanan akan terus mengawasi,” jawab Bu Lurah hanya bersitegang dengan para aktivis ormas yang menguasai jalan dan menjadi backing warung-warung liar itu. Konon pemilik warung membayar sewa bulanan kepada ormas tersebut. Untung saja hari sedang gerimis, sehingga ketika seorang aktivis ormas mengayunkan golok sempat ia tangkis dengan payung. Kini aktivis ormas itu sudah diringkus oleh aparat keamanan dan kantornya yang juga berada di deretan bangunan liar itu sudah disegel kompleks perumahan menuntut Bu Lurah agar secepatnya menertibkan gubuk-gubuk liar itu, atau memindahkannya ke lahan kosong lima ratus meter di seberang jalan. Warga ingin Bu Lurah memindahkan kesemrawutan di simpang tiga ujung jalan itu. Lahan kosong yang terletak lima ratus meter di luar kompleks perumahan adalah tempat yang paling mungkin untuk menampung para pedagang di ”pasar tiban” itu. Tapi, tidak semua pedagang bersedia pindah dengan berbagai ujung jalan itu bersih dan rapi, tidak pernah terlihat macet. Mulanya hanya ada penjual es cendol dengan gerobak dorong di ujung jalan. Melihat dagangannya laris, kemudian penjual kebab mengikutinya, lalu diikuti penjual martabak, dan gorengan. Entah bagaimana ceritanya, di simpang tiga itu kemudian dibangun warung-warung liar, makin lama makin banyak, dan salah satunya berbendera ormas. Ketika ketua RW perumahan menanyakan pada ketua ormas, jawabnya, ”Sudah izin Bu Lurah.”Bu Lurah merasa namanya dicatut, dimanfaatkan secara tidak bertanggung jawab. Tetapi, ia kesulitan untuk menertibkan pasar tiban yang telanjur ramai. Pasar tiban itu semakin padat dan semrawut, dan pada masa pandemi ini banyak yang tidak mematuhi protokol kesehatan. Tidak hanya warga perumahan yang terhambat tiap akan keluar kompleks, tapi kendaraan-kendaraan yang melintasi jalur utama juga terganggu oleh banyaknya konsumen pasar dan motor yang parkir sembarangan di depan warung-warung itu, sehingga simpang tiga itu sering macet total dari semua RT dan RW juga sering bertengkar dengan tukang parkir karena sering mengatur motor dan mobil sembarangan di jalan masuk ke kompleks itu.”Pokoknya pasar itu harus segera dipindah, Bu Lurah,” kata Pak RT, seorang pensiunan tantara, pada suatu rapat di kantor kelurahan.”Tiap hujan deras sampah-sampah pasar juga pada masuk kompleks. Kotor dan bau,” tambah Pak RW. ”Saya kira tepat usul agar pasar itu segera dipindah.”Kemudian disepakati pasar tiban itu akan dipindah ke tanah kosong di seberang jalan. Tetapi, tampaknya tidak mudah. Sampai berbulan-bulan, bertahun-tahun, pasar tiban itu tak kunjung dipindah, dan simpang tiga itu tetap macet dan semrawut. Ada tarik-ulur kepentingan antara warga dengan ormas dan pejabat kecamatan yang tidak mudah kompleks perumahan itu memang agak masuk ke dalam, sekitar 100 meter. Sebelum pos satpam, di sisi kanan dan kiri jalan, ada tanah kosong selebar sekitar dua meter yang semula akan dijadikan taman. Tapi, sebelum pembangunan kompleks selesai 100 persen, perusahaan pengembangnya bangkrut karena krisis moneter 1998, dan direkturnya meninggal karena stres berat. Lahan-lahan kompleks yang masih kosong, yang terkesan tidak bertuan, akhirnya dijarah dan dikuasai ormas. Pemda setempat kemudian memang bertindak, tapi lahan yang terlanjur dikuasai ormas menjadi persoalan yang tak kunjung gubuk-gubuk liar itu dibangun, lahan kosong di kanan-kiri jalan desa yang menjadi akses utama simpang tiga itu menjadi rebutan para pedagang liar. Tahu banyak pedagang liar berebut lahan, lagi-lagi ormas itu memanfaatkan kesempatan dengan menguasai dan memberlakukan ”pajak gelap” kepada para pedagang. Pemerintah desa yang lambat bertindak hanya gigit jari tahu ”pajak” itu masuk ke kantong ormas, dan Bu Lurah harus bertengkar dengan aktivis ormas untuk menertibkan gubuk-gubuk liar Lurah melipat payung robeknya, karena hujan telah reda dan matahari menyembul dari celah awan hitam. Dengan wajah keruh, ia mengamati gubuk-gubung liar yang berderet di kanan-kiri jalan itu. Selesai menyegel kantor ormas, dan mengamankan ”pendekar bergolok”, polisi pun meninggalkan Bu Lurah sendirian. Sekretaris Desa dan Babinsa bersiap minum teh hangat di warung kecil ujung simpang tiga. Tiba-tiba sesosok lelaki berpakaian hitam-hitam mendekati Bu Lurah. Di pinggangnya terselip sebilah golok. Bu Lurah agak curiga.”Bu Lurah, apa pedagang itu jadi dipindah?” tanya lelaki bergolok itu.”Anda siapa?” Bu Lurah balik bertanya.”Gue Kodari, ketua ormas cabang. Masak kagak kenal gue,” jawab lelaki bergolok itu agak ketus sambil mengelus-elus gagang goloknya yang terselip di pinggang.”Oh, Pak Kodari. Maaf…. Ya, jadi dipindah ke lahan kosong itu. Sudah disetujui Pak Camat,” jawab Bu Lurah, sambil menenangkan diri.”Gue tadi ketemu Pak Camat. Katanya masih dipertimbangkan. Karena, di lahan kosong itu akan dibangun kompleks ruko.””Betul… akan disatukan dengan kompleks ruko itu. Jadi nanti ada pasarnya.””Tapi kan masih lama, Bu Lurah. Itu juga baru rencana. Belum tentu jadi. Biarkan mereka berjualan di sini dulu sampai pasarnya jadi.””Tidak bisa. Di sini macet. Warga kompleks pada complain ke saya.””Warga kompleks yang mana? Paling tiga orang itu, kan?” kata Kodari sambal menunjuk tiga sosok yang berdiri di depan pos satpam”Dia pengurus RT dan RW, mewakili warga…. Nanti pasarnya dipindah dulu ke sana. Bangun rukonya menyusul belakangan,” jelas Bu tidak menanggapi. Hanya petentang-petenteng sambil memegang-megang gagang goloknya, kemudian melangkah ke tengah jalan seperti memamerkan kegagahannya. Tiba-tiba hujan deras datang, seperti dituang dari langit, mengguyur Kodari. Mau tak mau dia lari menghindar. Tapi, air hujan sudah terlanjur membasahi tubuhnya. Sesaat dia menatap markasnya yang sudah disegel polisi. Mungkin mau masuk. Tetapi, menyadari kantornya sudah disegel dan diberi garis kuning, kemudian dia berlari ke jalan utama dan terus menderas. Dengan tubuh setengah basah, dan wajah muram, Bu Lurah membuka kembali payungnya dan ia berlindung di bawah payung yang robek terkena sabetan golok itu. Dalam guyuran hujan gubuk-gubuk liar itu tampak berderet membisu, seakan menagih janji Bu Lurah untuk menertibkannya. Orang-orang yang berteduh di emperan gubuk-gubuk liar itu tampak seperti menggigil kedinginan dan lupa atau tak tahu persoalan yang sedang terjadi.”Haruskah pemerintah kalah dengan ormas?” gumam Bu Lurah. ”Negara kok mau diatur oleh preman. Yang bener aja!”Dengan berlindung di bawah payung yang robek oleh sabetan golok, Bu Lurah melangkah kembali ke kantornya, meninggalkan Sekretaris Desa dan Babinsa yang masih asyik menikmati teh hangat sambil sesekali mengepulkan asap rokok bercampur serpihan air Yosi Herfanda, lahir di Kaliwungu, 17 Januari 1958. Menulis cerpen, puisi, dan esai sastra. Kini Pemred LITERA dan mengajar creative writing di UMN Serpong. Bukunya yang telah terbit, antara lain, Sebelum Tertawa Dilarang cerpen, Badai Laut Biru cerpen, Sembahyang Rumputan puisi, dan Ketika Rumputan Bertemu Tuhan puisi.Willy Himawan lahir di Denpasar, Februari 1983, saat ini tinggal di Bandung. Willy menyelesaikan pendidikan S-1, S-2, dan S-3 di ITB. Sehari-harinya mengajar di Program Studi Seni Rupa FSRD ITB dan tergabung dalam Kelompok Keilmuan Seni Rupa ITB. Selain mengajar, Willy yang asli Bali juga aktif berpameran sejak 2002 hingga kini dalam pameran-pameran di dalam dan luar negeri. Beberapa karyanya telah menjadi koleksi, mulai dari Museum GAFA of Guangzhou, Ratchadamnoen Contemporary Art Centre di Thailand, ASEAN COCI, Grand Indonesia Kempinsky, dan Museum ARMA Bali. EditorMohammad Hilmi Faiq, Maria Susy Berindra
CeritaPendek "Badai Laut Biru" SIANG itu sangat terik. Matahari membakar pantai berpasir hitam hingga terasa membara. Tiang-tiang layar perahu bagai gemetaran dipermainkan angin dan ombak, hingga perahu-perau tua itu bagai menari-nari di bibir pantai. Namun, kehidupan para nelayan terus berjalan, dalam rutinitas, mengikuti kehendak sang alam.
B. Penjelasan Makna No. Kata Penjelasan Makna 1. Badai Angin Kencang yang disertai cuaca buruk 2. Buritan Bagian belakang perahu 3. Sauh Jangkar perahu, alat yang terbuat dari besi 4. Gelagapan Bingung , dalam cerpen ini dalam keadaan kritis 5. Pantai berpasir hitam Bagian daratan yang menjorok ke laut berupa batuan hitam yang terkikis 6. Perahu tua Perahu yang sudah keropos 7. Bibir perahu Bagian pinggir Perahu 8. Senyum Pahit Senyum Palsu 9. Wajah simpatik Wajah yang memiliki rasa peduli 10. Awak perahu Anak buah perahu 11. Pukat harimau 12. Kuning Langsat Warna putih kekuning-kuningan dan bersih 13. Berjuang mati-matian Berjuang keras untuk mendapatkan hasil yang di inginkan 14. Gubuk reyot Gubuk yang sudah rusak 15. Timur Laut Mata angin ujung timur bagian timur C. 1. Kenapa berlatarkan laut ? Karena menceritakan kehidupan seorang nelayan 2. Apakah pejabat relevan dimasukan kedalam cerita? Tidak, karena pejabat tugasnya di kantor bukan di laut 3. Apakah pantas jika Rukmini diganti seorang nenek? Tidak, karena di dalam cerita Rukmini berpacaran dengan Kardi masa Kardi pacaran sama nenek-nenek 3 4. Kenapa Rukmini dikisahkan masih berpacaran bukan sudah menikah? Karena Rukmini masih berusia belia yaitu 16 tahun 5. Bagaimana jika badai diganti menjadi tsunami? Akhir cerita akan berbeda , mungkin awak perahu tidak akan ada yang selamat
my0wz9N. 198 56 387 143 37 445 83 11 117

cerpen badai laut biru